Jumat, 15 November 2013

JANGKA JAYABAYA DAN HUBUNGANNYA DENGAN RATU ADIL

Maharaja Jayabaya adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa. Prabu Jayabaya adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Terdapat beberapa naskah yang berisi “Ramalan Joyoboyo”, antara lain Serat Jayabaya Musarar, Serat Pranitiwakya, dan lain sebagainya.

Asal Usul utama serat jangka Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musarar yg digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keaslianya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musarar yg menuliskan bahwasanya Jayabayalah yg membuat ramalan-ramalan tersebut.

Raja Jayabaya memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis kembali, dengan gubahan "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.

Pada umumnya ramalan jayabaya atau jangka jayabaya bertujuan untuk mengingatkan masyarakat. Ada beberapa ramalan yang setidaknya bisa ditafsirkan sesuai dengan apa yang diramalkan oleh jayabaya. Pada umumnya ramalan yang disampaikan oleh jayabaya banyak yang mengarah kepada rusaknya tingkah laku manusia itu sendiri. Sehingga ada salah satu ramalan jayabaya yang mengatakan akan muncul sosok penyelamat yang disebut dengan ratu adil. Ramalan jayabaya mengenai ratu adil merupakan salah satu ramalan yang dipercaya akan muncul oleh beberapa pihak. Seperti apa yang pernah presiden soekarno samapaikan dalam pidatonya :

“Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya “Ratu Adil”, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan rakyat ? Tak lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu, tak habis-habisnya menunggu-nunggu, mengharap-harapkan datangnya pertolongan. Sebagaimana orang yang dalam kegelapan, tak berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan mengharap-harap “Kapan, kapankah Matahari terbit?”.
Sukarno, 1930, Indonesia Menggugat