Maharaja Jayabaya adalah raja Kadiri yang
memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri
Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
Prabu Jayabaya adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara.
Terdapat beberapa naskah yang berisi “Ramalan Joyoboyo”, antara lain Serat Jayabaya Musarar, Serat Pranitiwakya, dan lain
sebagainya.
Asal Usul utama serat jangka
Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musarar yg digubah oleh Sunan Giri Prapen.
Sekalipun banyak keraguan keaslianya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab
Musarar yg menuliskan bahwasanya Jayabayalah yg membuat ramalan-ramalan
tersebut.
Raja Jayabaya memang dikenal
masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis
kembali, dengan gubahan "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang dipadukan
antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan
negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Pada
umumnya ramalan jayabaya atau jangka jayabaya bertujuan untuk mengingatkan
masyarakat. Ada beberapa ramalan yang setidaknya bisa ditafsirkan sesuai dengan
apa yang diramalkan oleh jayabaya. Pada umumnya ramalan yang disampaikan oleh
jayabaya banyak yang mengarah kepada rusaknya tingkah laku manusia itu sendiri.
Sehingga ada salah satu ramalan jayabaya yang mengatakan akan muncul sosok
penyelamat yang disebut dengan ratu adil. Ramalan jayabaya mengenai ratu adil
merupakan salah satu ramalan yang dipercaya akan muncul oleh beberapa pihak.
Seperti apa yang pernah presiden soekarno samapaikan dalam pidatonya :
“Tuan-tuan Hakim, apakah
sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya “Ratu Adil”,
apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan
harapan rakyat ? Tak lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu, tak
habis-habisnya menunggu-nunggu, mengharap-harapkan datangnya pertolongan.
Sebagaimana orang yang dalam kegelapan, tak berhenti-berhentinya
menunggu-nunggu dan mengharap-harap “Kapan, kapankah Matahari terbit?”.
Sukarno, 1930, Indonesia Menggugat
Sukarno, 1930, Indonesia Menggugat